PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

 

    Tugas seorang guru tidak hanya mengajar namun seorang guru juga harus mampu untuk menciptakan well-being  (perasaan nyaman, sehat dan bahagia) dalam ekosistem pendidikan di sekolah.  Hal ini sesuai dengan filosofi dari KI Hajar Dewantara yaitu “pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat” disini guru sebagai pendidik hendaknya menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid sehingga murid merasa nyaman, sehat dan bahagia. Murid yang bahagia lebih mudah menjalin hubungan sosial, membantu orang lain, memilki empati, dan kreatif sehingga bisa meraih prestasi yang tinggi dalam kehidupan dan dalam pendidikan khususnya. Wellbeing dipengaruhi oleh kesadaran penuh (mindfulness). Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Maka dalam hal ini guru sebaiknya bisa  untuk menggali ide-ide untuk  menumbuh kembangkan pembelajaran kompetensi sosial dan emosional baik di kelas, sekolah dan komunitas sekitar.

    Pembelajaran sosial dan emosional adalah proses mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal anak dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Aspek emosi dan sosial ini sangat berpengaruh terhadap perilaku anak kepada dirinya, orang lain dan lingkungannya. Untuk dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional murid secara optimal, peran guru sangatlah penting. Seorang guru hendaknya memahami dan menerapkan pembelajaran sosial dan emosional karena sebagai alat yang dibutuhkan oleh anak untuk berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungannya, sebagai pemecah masalah untuk bisa menjadi orang baik agar bisa tumbuh dan berkembang secara holistik, dan untuk mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimiliki oleh anak agar berhasil sehingga anak-anak dapat berhubungan  dan belajar dengan lebih efektif.    Sebelum guru dapat membantu murid, guru perlu belajar memahami, mengenali, mengelola, dan  menerapkan pembelajaran sosial dan emosional  dalam dirinya.

    Kompetensi Sosial dan Emosional terdiri dari 5 kompetensi yaitu kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness), keterampilan berhubungan sosial (Resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Berbicara tentang self awareness khususnya untuk murid perlu untuk mengetahui pentingnya  memiliki kemampuan dalam menyadari potensi dan arah tujuan masa depan yang diinginkan, agar dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi masa yang akan datang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Self awareness sangat diperlukan supaya murid dapat menyadari kemampuan yang dimiliki serta memahami kelebihan dan kelemahan yang ada pada dirinya.  Sebagai seorang guru hendaknya kita dapat menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri murid untuk bisa mengenali dan memahami dirinya dan juga  memilki visi untuk menuntun murid agar berkembang sesuai dengan kodrat dan bakat yang dimiliki secara merdeka. Guru juga mengajari  murid untuk dapat mengelola emosi yang dimiliki, menumbuhkan perasaan empati mereka, memiliki daya lenting dan bisa mengambil keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini pentingnya peran guru dalam menguasai dan menerapkan kompetensi sosial emosional yang ingin diajarkan. Untuk mencapai hal tersebut mengintegrasikan Pembelajaran Sosial Emosional di kelas perlu dilakukan. Pembelajaran sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga ruang lingkup: 1. Rutin: pada saat kondisi yang sudah ditentukan di luar waktu belajar akademik, 2. Terintegrasi dalam mata pelajaran: misalnya melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk memecahkan masalah, dll. 3. Protokol: menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu. Misalnya, menyelesaikan konflik yang terjadi dengan membicarakannya tanpa kekerasan, mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, dll. Salah satu contoh penerapannya adalah melakukan latihan mindfulness.

    Pembelajaran Sosial dan Emosional sebaiknya dilakukan secara kolaboratif oleh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan murid dan warga sekolah lainnya memahami dirinya dan orang lain sehingga dapat menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif. Pengembangan kompetensi tersebut akan dicapai melalui interaksi murid dengan orang tua, pendidik, teman, atau lingkungan. Dengan demikian diharapkan anak memiliki karakter unggul yang bisa diterima sebagai makhluk sosial.

 

 


Comments